Melukat di Air Suci Pura Tirtha Empul, Wisata Religius Pulau Dewata di Tampak Siring
22.25.00
"Tahiti has been spoiled for many
years, but Bali is one of the few cultures with origins in one of the great
ancient cultures which is still alive. Life religion and art all converge in Bali. They have no word in their language for 'artist' or 'art.' Everyone
is an artist”
Sejenak
saya akan bercerita tentang Bali. Negeri yang saya sebut sebagai surganya
Indonesia. Pulau Dewata ini adalah salah satu provinsi yang sangat saya sukai.
Bagi saya bisa datang dan berkunjung kesini adalah sebuah paket komplit yang
begitu mengesankan. Segala macam tentang pesona Indonesia ada di Bali, mulai
dari keindahan alam, harmonisasi adat budaya dan tradisinya, kuliner yang beragam,
keramahan penduduk, kearifan lokal, hingga tutur bahasa masyarakat yang bersahabat. Bali
sungguh luar biasa, berkunjung ke Bali paling tidak sekali seumur hidup adalah
impian saya yang akhirnya menjadi sebuah kenyataan.
Kunjungan
saya ke pulau dewata ini adalah kali ketiga dengan rentang waktu diantaranya
yang berjarak hampir satu dekade. Perubahannya terasa sangat signifikan dari
setiap masa yang saya lewati. Kunjungn pertama adalah saat dimana saya
menikmati liburan kelulusan sekolah dasar pada tahun 2001. Bali masih menjadi
sebuah lokasi yang begitu elegan kala itu, karena hampir wisatawan yang datang
kesini masih harus berpikir berkali-kali jika harus melewati jalur darat yang tentunya
memakan waktu sangat lama, sementara akses melalui penerbangan di masa itu
sangatlah mahal, belum ada low cost flight yang menjamur seperti saat ini. Bali
tempo dulu begitu private dan begitu menakjubkan walau tak seramai saat ini,
tapi itu adalah sisi baik nya saat ini, wisata kita telah mendunia dan 95%
penduduk dunia rasanya tahu saat ini, bahwa Bali adalah surga keindahan yang dimiliki
Indonesia. Media sosial sudah dengan begitu gampangnya menemukan setiap pojok
sisi menawan yang ada di Bali hanya dengan satu sentuhan touchscreen di genggaman.
Kali
ini saya akan bercerita tentang kisah perjalanan saya di tahun 2013. Masih
dengan kamera seadanya dan hasil gambar yang seadanya pula. Pada coretan blog
saya kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya berkunjung ke Pura Tirtha
Empul. Pura ini terletak di tengah-tengah pulau Bali sekitar 40 km ke arah timur
laut kota Denpasar, tepatnya di kecamatan Tampak Siring yang berada di
kabupaten Gianyar. Pura Tirtha Empul diperuntukkan sebagai tempat mandi untuk
penyucian diri dan di bangun pada tahun 962 M semasa Wangsa Warmadewa (sekitar
abad ke-10 hingga abad ke-14).
Kawasan Tampaksiring dapat
dikatakan kawasan yang memiliki nilai historis. Selain terdapat Pura Tirta
Empul dan permandiannya, juga bekas Istana Presiden RI Pertama, serta Pura
Gunung Kawi ada disini. Diperkirakan nama Tampak Siring
berasal dari (bahasa Bali) kata tampak yang berarti “telapak” dan siring yang
bermakna “miring”. Makna dari kedua kata itu konon terkait dengan sepotong
legenda yang tersurat dan tersirat pada sebuah daun lontar, yang menyebutkan
bahwa nama itu berasal dari bekas jejak telapak kaki seorang raja bernama
Mayadenawa.
Di sebelah lokasi pura Tirta
Empul terdapat istana presiden Indonesia yang bernama Istana Tampak Siring.
Karena adanya istana presiden di sebelah lokasi pura, menjadi daya tarik utama
dari Pura Tirta Empul dan membedakan dengan pura lain yang ada di pulau Bali.
Keunikan
lain dari pura Tirta Empul ini dikarenakan adanya mata air alami. Mata air ini
kemudian di alirkan ke bagian luar pura melalui pancuran yang jumlahnya ada 26
buah. Pancuran air dibagi menjadi tiga kolam. Kolam paling barat memiliki 13
pancuran air, kolam tengah memiliki 8 pancuran air dan kolam paling timur
jumlahnya 5 buah pancuran. Retribusi yang dikenakan untuk masuk area Pura
Tirtha Empul adalah 15.000/pengunjung. Disini kamu juga diharuskan menutup
bagian bawah menggunakan sarung.
Lokasi ini biasanya diperuntukkan untuk kegiatan
melukat. Melukat adalah upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara
spiritual dalam diri manusia. Upacara ini dilakukan secara turun-temurun oleh
umat Hindu hingga saat ini. Pensucian secara rohani artinya menghilangkan
pengaruh kotor/klesa dalam diri. Saat berkunjung kesini saya tidak
menyempatkan diri untuk melukat dikarenakan harus segera melanjutkan pejalanan
menuju Kintamani, maka dari itu sebisa mungkin saya mencoba mengabadikan
kegiatan melukat yang sedang dilakukan oleh wisatawan luar saat itu.
Usai
mendokumentasikan kegiatan melukat, saya pun bergegas menuju Kintamani. Tidak
begitu lama kunjungan saya di lokasi ini mengingat waktu yang saya miliki
begitu singkat untuk itinerary yang telah saya susun. Kedatangan saya ke lokasi
wisata ini sungguh sangat berkesan, karena dari sinilah saya mulai membuka mata
bahwa budaya Indonesia itu ternyata sungguh beragam dan semuanya unik untuk di
ceritakan, banyak hal menarik yang terjadi selama di Bali untuk saya ceritakan
di postingan selanjutnya. Dan akhirnya sampai di penghujung cerita saya di Pura
Tirtha Empul ini sobat Budget Traveler, semoga berkesan dan jangan lupa singgah di cerita saya yang lainnya ya J
0 komentar