Mengitari Kemolekan Gili Trawangan di Ambang Munculnya Surya dan Senja
05.00.00
“…. dan semua perjalanan hidup adalah sinema nyata dari Nya, skenario
yang tak dapat di tebak oleh penonton manapun, script yang dapat berubah
kapanpun, alur yang tak dapat dipredikasi, dan semua kisah nyata dari perfilman
sang khalik adalah murni tanpa pemeran pengganti….”
Bercerita tentang keindahan alam di Indonesia memang sungguh tak ada habisnya. Melanjutkan plesiran saya di Lombok menuju hamparan keindahan lainnya akhirnya menuntun langkah kaki saya menuju sebuah pulau yang menjadi magnet untuk dikunjungi para wisatawan di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini. Dalam catatan lanjutan perjalanan saya selama di Lombok, kali ini saya akan membawa sobat budget traveler semua ke dalam kisah petualangan menuju Gili Trawangan, sebuah pulau yang katanya begitu cantik dan menjadi daya pikat kedatangan wisatawan lokal maupun mancanegara saat bertandang ke pulau seribu masjid ini.
Rasa penasaran masih begitu
mengganjal di benak saya, tentang mengapa jika ke Lombok harus berkujung minimal ke
salah satu gili nya ini. Ada tiga pulau kecil yang populer untuk dikunjungi di
kabupaten Lombok Utara ini, yaitu Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air.
Awalnya saya sempat bingung mengapa disebut gili untuk semua pulau-pulau ini,
namun setelah semakin akrab dengan istilah ini lambat-laun akhirnya menepis
rasa kebingungan saya, bahwa ternyata
“gili” adalah sebutan lain dari kata pulau untuk bahasa lokal di NTB
ini.
Perjalanan hari ketiga di Lombok pagi
ini akan ditemani oleh bang Doni, seorang pejalan Lombok yang saya kenal dari
teman satu grup pejalan juga bernama bang Herkiandi yang waktu itu berhalangan
untuk menjadi partner perjalanan saya dikarenakan terbentur dengan jam kerja
dan beliau juga aktif di dunia pariwisata serta founder yang mengelola salah
akun wisata ternama di Lombok.
Trip menuju Gili Trawangan pagi
ini dimulai dari kediaman bang Herkiandi, karena memang saya bermalam disana
pada hari kedua kedatangan. Mereka, ayah dan Ibu bang Herkiandi adalah keluarga
yang sangat baik sekali, mau menerima kedatangan tamu asing yang tidak dikenal
untuk menginap dirumahnya. Malamnya pun sebelum keberangkatan saya juga sempat
bercengkrama dengan kedua orangtua beliau yang begitu ramah sekali.
Perjalanan ke Gili Trawangan
bermula dari pelabuhan Bangsal. Setelah memarkirkan sepeda motor kami pun
berjalan menuju kantor penjualan tiket, cukup dengan membayar 15rb kami sudah
bisa diantarkan menuju Gili Trawangan menggunakan tranportasi lokal sejenis
pompong, memang sangat berdesakan sih, namun inilah hal unik yang saya sukai saat
dalam perjalanan menemukan hal baru dan berbaur penuh dengan warga lokal secara
langsung. Disini begitu banya pedagang yang mebawa bahan pokok untuk di angkut
menuju Gili Trawangan yang emmang sengaja di pesan oleh pihak-pihak hotel di
Gili Trawangan.
Lama waktu tempuh untuk menuju
Gili Trawangan sekitar 45 menit saat itu, dan perlu diingat bahwa jadwal
kepulangan dari Gili Trawangan kembali ke pelabuhan Bangsal adalah pukul 17.00
WITA setiap harinya, jika terlewat maka terpaksa harus menginap di Gili yang
harganya lumayan fantastis untuk seorang pejalan ngeteng seperti saya. Maka
dari itu perjalanan ke Gili ini akan saya manfaatkan seefektif mungkin
selama seharian disana.
Gili Trawangan merupakan gili yang
paling terbesar dari ketiga gili lainnya dalam satu gugusan. Dari ketiga gili
tersebut, Gili Trawangan merupakan gili yang paling selalu hidup dengan
aktifitas 24 jam, karena disini merupakan pusat kegiatan turis untuk melakukan
permainan bawah laut seperti snorkeling dan scuba diving hingga pesta malam
yang non stop di setiap acara malam hari. Kendaraan yang diperbolehkan untuk
digunakan disini hanyalah sepeda dan cidomo, sejenis kereta kuda delman khas
Lombok.
Keunikan di Gili Trawangan yang
menjadi daya pikat bagi wisatawan adalah dapat menikmati sunset dan sunrise
sekalgus di pantainya, hal ini dikarenakan pantai nya yang langsung menghadap
arah timur dan barat sekaligus dengan jarak yang tidak terlalu jauh, sehingga
sunrise dan sunset dapat dinikmati sekaligus di Gili Trawangan ini. Sedikit
catatan untuk sobat budget traveler ketahui semua, jika kalian adalah petualang
berbatas budget seperti saya, lebih saya sarankan untuk makan dan minum dahulu sebelum
berangkat menuju gili ini, dan jika memungkinkan selama wisata disana untuk
tidak membeli apapun jenis makanan, penyewaan sepeda atau cidomo, minuman
maupun merchandise, Karena gili ini menawarkan harga yang fantastis, semua
varian harga akan mark up begitu
tinggi melampaui harga sewajarnya untuk wisatawan lokal low budget. Dapat dimaklumi mengapa hal ini terjadi, karena gili
ini memang lebih banyak dinikmati oleh turis asing, sehingga fasilitas dan
harga yang di tawarkan pun setara dengan harga turis mancanegara.
Saya sempat mencoba mengelilingi Gili
Trawangan ini seharian, ternyata membutuhkan waktu sekitar 4 jam untuk bisa
mengitari pulau ini dibarengi dengan mencari spot foto sambil menikmati suasana
di Gili Trawangan. Keadaan disini sungguh terasa berbeda dengan suasana di seberang
pelabuhan Bangsal. Entah mengapa saya merasa tidak terlalu menemukan chemistry saat berkunjung ke Gili
Trawangan yang katanya diincar untuk didatangi saat menuju Lombok ini, bukan
karena tak indah, tapi karena pulau ini sudah terasa bukan seperti pulau milik
Indonesia lagi. Suasana yang tidak terasa seperti di dalam negeri, dan tidak
ada aktifitas yang begitu melarang mengenai tata cara berpakaian.
Satu hal yang paling menarik
minat saya disini bahwa di gili ini terdapat konservasi kura-kura yang menjadi
satwa endemic sekitaran tiga gili dan keberadaanya dilindungi dan dipantau
perkembangbiakannya. Perjalanan di gili ini pun usai kami lakukan pada pukul
empat sore dan kami harus segera bergegas untuk menuju kembali ke pelabuhan
Bangsal sebelum pompong air terakhir terlewat. Kesan yang saya dapatkan selama
di Gili Trawangan bahwa pulau ini (mungkin) dulunya sangat recommended
disambangi, namun seiring waktu dengan kurang terpeliharaya sarana dan
infrastruktur disini membuat gili ini terkesan terabaikan, dengan sekian banyak
sampah yang saya lihat tidak di bersihkan, dan beberapa gedung mulai terbiarkan
begitu saja,bahkan warga dan pengunjung pun bisa dengan bebas membuang sampah
dimana saja tanpa ada tanda larangan yang bisa untuk di taati.
Selain itu memasuki pulau ini
seperti berasa tidak di dalam Indonesia, mirisnya seperti itulah yang saya
rasakan, karena hampir 90% pengunjung nya adalah wisatawan asing serta kultur
dan budaya nya sudah kurang mencerminkan sisi budaya Indonesia lagi. Walau tak
begitu mendaptakan euforia yang luar biasa,namun secara keseluran kunjungan ke
gili ini tetap memberikan kesan yang menarik di beberapa sisi. Semoga Gili
Trawangan kedepannya bisa menciptakan ekspektasi yang lebih baik lagi saat
wisatawan lain berkunjung kesini nantinya.
3 komentar
Blog lu bagus loh dek. Gambarnya aja bening-bening banget. Niat banget ini bikinnya. Kurang sounding doang ini mah. Sini gw bantu, biar blog lu terkenal seendonesa raya...
BalasHapusSiap bang Riza, iya nih kadang suka nulis terus di posting dan gak peduli dibaca ato gak hehe. boleh tuh bang ajarin donk trik supaya byk yg visit
HapusGampang, sering-sering aja komen di blog gw. Dijamin habis itu visitornya meningkat pesat, wkwkwkwk.
HapusIni udah bagus blognya, tulisannya juga udah bagus. Kurang sounding aja. Sering-sering blogwalking, jadi ntar banyak yang main ke blog lu.