Membisiki Kata Rindu Pada Pulau Berhala, Rumah Peristirahatan Abadi Sang Raja Melayu Jambi

02.55.00


“….dan pantai adalah tempat bercerita paling manis, dikala ombak menyapu kisahmu, ia akan melabuh kepada lautan yang membawanya menuju samudera terluas kemudian terlepas ke lautan bebas hingga akkhirnya ketika kakimu kembali tanpa kau sangka dunia telah mendengar ceritamu….”

Jika sebagian dari kalian berpikir bahwa saya tipikal orang yang candu akan liburan, saya akan menjawab “iya”. Entah kenapa menjauh dari hingar-bingar kehidupan perkotaan yang membosankan menjadi suatu angin segar yang selalu saya dambakan. Kalimat 'liburan' bagi saya merupakan suatu kebutuhan yang tak bisa saya lepaskan begitu saja. Jika anda berpikir kembali bahwa saya adalah orang yang “berduit” tentu itu salah besar. Me-manage keuangan untuk berbagai kebutuhan agar semuanya serba seimbang tentu sangat krusial, karena saya cukup paham bahwa keinginan besar dengan finansial yang tak begitu mumpuni tentu membuat saya harus memutar otak agar keinginan saya tersebut bisa tercapai.

Liburan tak mesti selalu identik dengan kata-kata “mahal”. Cukup dengan budget seminim mungkin, dengan modal nekad dan ambisi yang luar biasa sudah tentu menjadi modal besar buat sobat budget traveler untuk merealisasikan keinginan tersebut. Yang paling penting pahami trik nya dan bagaimana cara kamu mengakali kondisi keuangan.

Kali ini saya akan memulai kembali petualangan saya menjelajahi pulau cantik yang menjadi sengketa. Ya, bagi teman-teman yang berdomisili satu provinsi dengan saya tentu sudah tahu itu pulau apa bukan? Adalah sebuah pulau yang terletak diantara tiga provinsi. Sebuah pulau yang sengketanya entah kapan akan berakhir. Pulau indah ini bernama Pulau Berhala, setidaknya ada beberapa nama Pulau yang sama seperti ini di Indonesia, salah satunya Pulau Berhala milik provinsi Kepulauan Riau (saat ini). Pulau ini dahulunya adalah milik provinsi Jambi, namun sengketa kepemilikan akhirnya terjadi, 2 provinsi yaitu provinsi Jambi dan Provinsi Riau saling Meng-Klaim bahwa ini merupakan pulau milik mereka. Sebenarnya pulau ini telah lama dikelola oleh pemerintah kabupaten Tanjung Jabung Timur, provinsi Jambi. Akibat batasan wilayah administratif yang tak jelas akhirnya membuka kesempatan terjadinya perebutan wilayah yang saling mengukuhkan bahwa Pulau Berhala milik provinsi masing-masing.

Perebutan semakin tak menuai hasil, hingga akhirnya terbentuklah provinsi baru saat itu yang menjadikan Indonesia awalnya memiliki 27 provinsi kemudian menjadi 34 provinsi, dan salah satu provinsi tersebut adalah provinsi Kepulauan Riau. Dengan terbentuknya Provinsi baru Kepulauan Riau ini, akhirnya pada keputusan MK tahun 2011 memberikan hasil ketuk palu bahwa Pulau Berhala kini beralih kepemilikan kepada Provinsi Kepulauan Riau, sehingga akhirnya klaim dan rebutan antar Provinsi Jambi dan provinsi Riau akhirnya meredam.

Berbicara mengenai Pulau berhala tentu tak ada habisnya, mulai dari cerita dan mitos yang dari waktu ke waktu beredar mengenai pulau angker sewaktu pulau ini belum begitu pamor, hingga pantangan membawa pasangan yang ingin menikah untuk berkunjung ke pulau ini karena mitosnya akan mengakibatkan hubungan akan menjadi berakhir, dan nyatanya mitos-mitos itu tak terbukti terjadi dari hasil survey yang pernah saya tanyakan kepada wisatawan yang pernah berkunjung ke sini.

Seperti biasanya saya selalu mengincar tanggal merah berdampingan sebagai hari yang paling saya nantikan untuk menggotong kembali backpack di pundak saya. Minggu ini saya putuskan untuk menjelajahi lokasi wisata terdekat karena tanggal libur yang diberikan pemerintah hanya tersedia 2 hari saja. Sebelum berangkat, untuk menghemat budget saya memilih untuk membawa makanan dari rumah saja, sebagai makanan persiapan perbekalan selama 2 hari disana nanti. Perjalanan awal saya  ke Pulau Berhala dimulai dari kota Jambi menggunakan mobil travel. Untuk mencapai pulaunya, terlebih dahulu kita harus menuju Nipah Panjang sebagai area transit berganti tranportasi menggunakan boat. Perjalanan ke Nipah ternyata diluar dugaan saya, jalannya kini yang sangat kurang terawat mengakbatkan waktu tempuh normal yang seharusnya 2 jam menjadi 3,5 jam.

Pagi-pagi sekali hari ini saya sudah di jemput oleh mobil travel dari Jambi menuju Nipah panjang. Walau mata sedikit mengantuk di akhir pekan ini, namun semangat tak boleh kendor untuk trip yang bakalan bikin  seru kali ini. Lumayan lama waktu tempuh dari Jambi menuju Nipah panjang dikarenakan kondisi badan jalan yang kini sudah tak terawat. Bila biasanya kondisi jalanan dalam kondisi baik hanya ditempuh dalam waktu 2 jam saja, sebaliknya kali ini sukses menambah lama perjalanan hingga 1,5 jam dan membuat saya tiba di Nipah pada pukul 09.30 wib pagi itu.

Travel mengantarkan saya langsung menuju dermaga Nipah Panjang yang terletak tepat di tengah pasar. Sekitar setengah jam saya menunggu, akhirnya bersiap juga untuk melanjutkan perjalanan selama lebih kurang 50 menit dari Nipah panjang menuju Pulau berhala menggunakan kapal cepat (speedboat). Perjalanan mengarungi lautan adalah sebuah cerita yang sangat saya sukai. Mendengarkan deburan ombak, cipratan air dari lumbung kapal hingga berbagai fauna terbang yang seolah memanggil bersahut-sahutan, menambah kecintaan saya akan wisata bahari Indonesia yang begitu indah ini. 

Sekitar lebih kurang satu jam akhirnya kapal pun merapat di dermaga. Menepi perlahan dan membaur dengan pasir pantai yang sedikit tersapu oleh gemerciknya ombak pantai. Ahhhhhhh !!! Ini hidup yang saya impikan, ucap saya dalam hati.




Tak mau berlama-lama berdiam saya pun segera keluar dari speedboat, melompat langsung menuju pasir putihnya dan berlarian berbarengan ombak kecilnya pantai berhala tersebut. Dalam perjalanan kali ini saya tidak mengambil homestay untuk menginap, ya seperti yang saya ceritakan di awal bahwa ada hal-hal yang perlu di pertimbangkan bagi seorang budget traveler untuk mengakali dan meminimalisir cost yang akan dikeluarkan. Berhubung ada pendopo yang bisa di jadikan tempat beristirahat, saya pun memilih pendopo saja sebagai tempat berteduh sekaligus istirahat nanti malam, toh dari sini saya bisa langsung menikmati indahnya alam dan bintang yang selama ini sangat sulit ditemui di perkotaan ketimbang saya memilih homestay dan bernaung di balik tembok.




Hal pertama yang saya lakukan adalah berkunjung ke makam Paduko Datuk Berhalo. Makam ini lah sebenarnya yang menjadi bukti sejarah kepemilikan Pulau Berhala yang merupakan salah satu bagian dari wilayah Provinsi Jambi yang masih ingin di pertahanakan. Paduka datuk Berhalo merupakan orang yang paling disegani sekaligus yang menetap dan menemukan pulau ini dulunya.

Berhubung kostum saya kurang tepat untuk berkunjung ke dalam kompleks makam dikarenakan seluruh bawahan saya merupakan celana pendek, maka saya putuskan hanya untuk melihat sejenak saja. Ada mitos yang berkembang mengenai tapak anak tangga menuju makam ini, yang konon katanya jumlah naik dan turunnya tidak selalu sama. Sempat penasaran juga waktu itu, namun saya keburu turun duluan tanpa menghitungnya dan enggan untuk mengulangnya kembali.


Melanjutkan petualangan saya seusai menuruni tangga dari makam Paduka datuk Berhalo, saya pun langsung berlari menuju pantai. Suasana panas tak menggoyahkan iman saya untuk berenang dan merasakan kembali air pantai yang super dirindukan dan akhirnya terobati juga. Puas bermain dan berenang di pantai Berhala, saya pun melanjutkan petualangan saya kearah selatan dari pulau berhala, yaitu menuju pulau karang. Treking sekitar lebih kurang 10 menit akhirnya saya pun sampai di titik yang paling saya sukai, yaitu pulau karang. Bagian ini sebenarnya tak memiliki nama, hanya saja saya menamakan demikian agar mempermudah saya mengingat area mana saja yang pernah saya kunjungi dan bisa saya ceritakan kembali di blog ini.






Pulau karang ini menurut saya merupakan area terindah dari pulau ini. Dengan hamparan bebatuan yang sangat luas tanpa tanah, semakin menyuguhkan dan menunjukkan keeksotikan dari pulau Berhala ini. Di pulau Karang sangat banyak sekali spot indah yang bisa diabadikan untuk diabadikan momennya. Mulai dari hulu hingga hilir bebatuannya menurut saya awesome dan indah sekali.

Setelah puas menjelajahi bagian selatan pulau berhala serta seharian terpapar panas dan teriknya matahari yang sudah di ubun-ubun, saya pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di pendopo sembari memulihkan kembali tenaga yang lumayan melelahkan serta mengisi kembali asupan makanan akibat hilangnya kalori oleh semangat bertualang sepanjang siang ini. Seusai makan, matapun mengantuk dan akhirnya saya pun tertidur pulas karena kelelahan.

Sekitar pukul 17.30 sore itu saya pun terbangun dan matahari ternyata sudah mulai perlahan sayup pertanda momen penting akan segera saya buru dan jangan sampai terlewatkan, karena ini hanya momen sekejap saja dan besok tak akan bisa diulangi kembali karena sudah jadwalnya pulang kembali ke kota.







Setelah mengitari pulau Berhala, akhirnya saya sampai kebagian Barat pulau ini. Yap, this is Sunset time. Waktunya menunggu momen indah dibalik terbenamnya matahari sore di balik lautan indah ini yang hanya  terjadi beberapa menit saja. Perlahan matahari semakin terbenam, rona sore jingga bercampur kuning dan oranye semakin membias kencang. Wow, it such an amazing sunset guys !! wohooooo !!! Bisa menyaksikan hal seperti ini rasanya menambah rasa syukur saya kepada sang khalik bahwa semua ciptaan nya begitu indah ini bisa kita nikmati, dan ini pertanda bahwa kita yang masih bisa menikmati harus bersyukur lebih banyak lagi atas karunia-Nya.



Suasana di pulau Berhala pun semakin tenang, waktu mulai beranjak menuju malam hari. Momen malam hari pun diisi dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan. Beberapa dari peserta ada yang membuat acara kelompok hingga acara api unggun dan barbeque. Saya pun diajak untuk bergabung bersama mereka. Sekedar menghangatkan suasana dan menyambut ajakan, saya pun bergabung dan berbaur dengan keseruan malam ke akraban bersama mereka. Selanjutnya saya kembali memisahkan diri menepi kearah pantai dan berbaring di bebatuan sambil memandang langit cerah berbintang yang langka bisa di temukan di perkotaan seperti ini. Sungguh luar biasa perjalanan menyenangkan saya hari ini, rasanya tak ingin malam segera berlalu karena suara deburan ombak malam hari ini masih begitu semilir di telinga saya seolah memanggil-manggil untuk mengajak kembali bermain bersama sapuan ombak yang menyeret pasir pantai dengan perlahan.

Hari semakin malam dan akhirnya saya kembali menuju pendopo dan beristirahat. Petualangan yang lumayan melelahkan sepanjang hari membuat saya tertidur begitu terlelap hingga akhirnya tak terasa langit pagi menyapa kembali.

Mentari pagi senin ini mulai menyapa saya kembali. Jika biasanya setiap senin saya disibukkan dengan kegiatan dan rutinitas pekerjaan harian, namun hari ini terlihat berbeda. Pemerintah yang baik hati ternyata memberikan libur tambahan kembali untuk orang-orang yang benar-benar membutuhkan waktu long weekend yang begitu dirindukan seperti ini.

Pagi ini saya akan merencanakan perjalanan saya menuju Pulau Penyu. Pulau ini merupakan pulau yang eksotik dengan sebuah keunikan, yaitu adanya laguna (lagoon) yang terbentuk di tengah pulaunya membentuk cekungan berisi air laut sehingga sangat aman untuk berenang karena jauh dari ombak besar pantai. Pulau penyu masih sangat kontroversial, menurut salah satu situs kepulauan milik pemerintahan bahwa pulau Penyu masih merupakan kepemilikan Provinsi Jambi dan masuk dalam wilayah batas administratif provinsi Jambi, yaitu kecamatan Sadu, kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Pulau ini tidak seluas pulau berhala, namun setidaknya pulau ini tetap menjadi incaran saat berkunjung ke pulau Berhala karena memang letaknya berdekatan, hanya berjarak sekitar 10 menit waktu tempuh mengunakan pompong dari Pulau Berhala. Dari penuturan warga setempat, kabarnya pulau ini pada bulan-bulan tertentu akan menjadi tempat persinggahan para penyu untuk bertelur, maka dari itu pulau ini diberi nama pulau Penyu da nada pula yang menyebutnya sebagai pulau telur.

Kami pun disarankan tak boleh berlama-lama berkunjung ke pulau ini karena menurut penuturan pak Edi sang penjaga homestay di pulau Berhala, pasang surut akan berlangsung setelah pukul 10.00 wib pagi keatas, sehingga bila masih berlama-lama di pulau penyu, maka pompong kami akan terjebak di dalam laguna pulau dan harus menunggu kembali air pasang agar bisa keluar dari laguna yang telah terpisah menjadi daratan tersebut. Akhirnya sebelum pasang surut pun terjadi, kami segera kembali ke pulau Berhala, karena bila terlalu lama pun maka posisi dermaga akan semakin jauh dari bibir pantai dikarenakan pasang surut.

Setelah puas menikmati pulau Penyu, perjalanan saya pun berlanjut ke bagian utara dari pulau Berhala. Spot kedua yang akan saya kunjungi adalah Bukit Meriam. Untuk mencapai bukit ini ternyata lumayan menguras energi, karena lokasi ini merupakan puncak paling tertingggi dari pulau ini. Lumayan melelahkan trekking menuju kesini, dan spot yang terlihat saat saya tiba disini tidak begitu membuat mata merasa begitu spesial karena yang terlihat hanya terdapat satu buah meriam peninggalan perang dulu yang telah terkubur. Namun inti dari mengunjungi bukit meriam ini bukan sebagaimana indah lokasi yang di datangi, namun lebih kepada tentang belajar mengenai nilai historis dan perjuangan yang telah terjadi di pulau ini terdahulunya. Tentu akan selalu ada ada nilai plus saat kita mengunjungi sebuah lokasi bukan? Bila tidak kita temui saat menanjak, dan itu mungkin akan kita temui saat menuruninya, dan Exactly right !!! ternyata benar, setelah saya turun dari puncak nya pulau Berhala ini, satu spot indah pun menanti, yaitu pemandangan dari ketinggian pulau ini yang begitu menakjubkan. Tampak pulau-pulau kecil lainnya yang tersebar di sekitar pulau Berhala yang indah ini terhampar dengan begitu indahnya.

Usai menuruni bukit, saya pun melanjutkan penjelajahan saya kearah pulau timbul. Pulau ini merupakan ala-alanya tanah lot mini seperti di pulau Bali. Pada saat pasang naik air laut, maka kita tak akan bisa menyentuh bagian lokasi yang di penuhi bebatuan seperti di Belitung ini, namun saat pasang surut maka kita akan dapat memasuki area ini dan mengambil foto sepuasnya, karena disini banyak disediakan spot foto yang menarik berlatarkan bebatuan besar seperti di Belitung.



Tak lama saya bermain menikmati pulau timbul ini sayapun melanjutkan petualangan saya menyusuri perkampungan yang lebih ramai lagi. Yap, ini adalah perkampungan Riau. Sebenarnya sebelum pulau Berhala ini terlepas kepada Provinsi Kepulauan Riau ketika saat masih menjadi sengketa di pulau ini terdapat dua kampung yang terpecah. Kampung dimana terdapatnya dermaga perhentian wisatawan pulau Berhala disebut dengan kampung Jambi. DI kampung Jambi (dulunya) di kelola oleh 5 kepala keluarga, dan di sini banyak di bangun homestay yang dibangun pemkab Tanjung Barat sebagai tempat menginap wisatawan bila berkunjung ke pulau ini, sementara di bagian sisi lainnya yang bukan merupakan kampung wisata dan memiliki lebih banyak kepala keluarga disebut Kampung Riau. Di kampung riau ini lebih terfokus dengan kegiatan perekonomian warga, mulai dari sekolah, tempat ibadah dan layanan kesehatan dan lain sebagainya.

Meskipun adanya pemecahan area akibat sengketa 2 provinsi ini dulunya, 2 kampung ini tetap menjalin kerukunan antar warganya, dan tak pernah terjadi perselisihan antar kampung, bahkan hingga saat ini pun masih berlangsung toleransi yang sangat baik dan harmonis antar keduanya. Bahkan saya pun sembat berbincang-bincang kepada warga kampung masing-masing tentang bagaimana perhatian pemerintah setelah pulau ini menjadi kepemilikan Kepulauan Riau. Ternyata jawaban mereka beragam, ada yang memberi tanggapan bahwa lebih diperhatikan saat masih sengketa dahulu, dengan alasan bahwa masing-masing provinsi masih fokus dan perhatian pada masing-masing area yang di klaim, sehingga pembangunan begitu pesat dan antar provinsi saling berlomba untuk membangun infrastruktur pulau Berhala tersebut.

Namun kini kondisinya jauh berubah, setelah keputusan MK yang menyatakan bahwa pulau Berhala menjadi milik provinsi baru Kepulauan Riau, akhirnya kedua provinsi kini tak memperhatikan lagi pulau Berhala tersebut, bahkan aset yang di bangun pun kini semakin tak diperhatikan. Tak heran mengapa kondisi ini bisa terjadi, kepulauan riau yang merupakan provinsi yang penuh dengan hamparan kepulauan yang harus diperhatikan, tentu tak menutup kemungkinan akan menjadi salah satu pulau yang terlewatkan, karena disamping jauh dari ibukotnya, akses menuju kesini pun kurang strategis, sehingga pulau-pulau di batas admisnitratif wilayah akhirnya tak diperhatikan. Saya berharap semoga pulau ini kembali ke provinsi yang benar-benar memiliki keinginan untuk membangunnya seperti terdahulu. Sehingga perekonomian masyarakat disana semakin makmur dan kunjungan wisata ke pulau Berhala kembali meningkat.

Saya pun mengakhiri perjalanan di kampung Riau tersebut, kemudian beranjak kembali pulang menuju kampung Jambi dan berlanjut mengemas barang-barang saya untuk pulang kembali ke Nipah Panjang. Akhirnya awak kapal pun memberi arahan untuk segera kembali menaiki kapal, pertanda kapal akan segera berlambuh kembali. Sore itu matahari sudah mulai tampak condong walau belum akan tenggelam. Seluruh peserta kembali menaiki speedboat. Dalam perjalanan pulang, saya lebih memilih menaiki bagian dek kapal, karena tidak ingin berada di suasana kedap dan ramai akan orang-orang yang kelihatan lelah setelah 2 hari memuaskan petualangan mereka di pulau Berhala. Dari atas kapal ternyata suasana laut lebih terlihat indah, matahari yang semakin turun ke barat seolah menyajikan sunset sore yang sangat memukau sebagai penutup perjalanan saya kali ini. Perjalanan kembali ke nipah selama 50 menit menambah cerita begitu nikmatnya mengarungi lautan selama perjalanan.





Kapal pun akhirnya merapat di dermaga, dan saya pun melanjutkan perjalanan panjang kembali menggunakan mobil travel menuju kota Jambi, bersiap mengistirahatkan badan dan menngumpulkan semangat untuk kembali ke rutinitas keesokan harinya. Seluruh kisah di pulau Berhala ini bagi saya adalah cerita yang sangat menyenangkan. Sebuah cerita di sebuah pualu yang nyaris akan segera mati suri jika tak di kembalikan ke negeri yang benar-benar berniat untuk membangun ruh-nya kembali. Semoga pulau Berhala bisa kembali ke pemilik asalnya terdahulu, dimana pulau ini begitu memiliki nama dan masyarakatnya penuh dengan kesejahteraan dan menjadi wisata bahari kebanggan masrakat sepucuk Jambi Sembilan Lurah kembali.

Demikianlah cerita perjalanan hemat saya menuju 2 pulau indah yang menjadi rebutan oleh tiga provinsi ini, semoga kisah saya bisa menginspirasi sahabat travelmate semua untuk mengenali dunia ini lebih luas lagi sembari belajar memahami perbedaan etnis dan budaya di setiap daratan dan kepulauan yang berbeda. Salam Lestari !


You Might Also Like

2 komentar

  1. Masih wilayah Indonesia saja masih suka gegeran rebutan kekuasaan hehehe. Oh ya mas kenapa dinamakan Berhala ya mas? Ada literasinya nggak?

    BalasHapus
  2. Bagus dek blognya, tapi kok sepi yah?

    Sering-sering dek main ke blog gw, ntar blog ini banyak yang baca sama komentarin. Percaya deh.

    BalasHapus

Like us on Facebook

Flickr Images