Menelaah Dua Sisi Keunikan dan Kearifan Lokal Suku Baduy Aset Budaya Negeri Banten
20.30.00
“….dan terkadang bukan tentang
siapa yang berjalan bersamamu, tapi siapa yang membantumu untuk bisa berjalan.
Bukan siapa yang menggandengmu, tapi siapa yang menopangmu untuk berdiri, bukan
tentang bahagia bersamamu, tapi siapa yang mampu tetap berbahagia seberapa
terpuruknya dirimu. Persahabatan bukan tentang siapa yang mengenalimu lebih
lama, namun tentang siapa yang datang dan tidak perbah pergi meninggalkan sama
sekali…”
Pernahkah kamu ingin menuju ke
sebuah tempat namun kamu benar-benar buta dengan apa yang ingin kamu temukan
disana, atau mungkin pernah menentukan ingin menuju ke sebuah lokasi yang masih
begitu asing, kemudian kamu mengurungkannya hanya karena belum menemukan
sesuatu yang meyakinkan komitmenmu, hingga akhirnya kamu menemukan seorang
sahabat dengan penuh keyakinan memantapkan niatmu untuk tetap dengan tujuan
awal tanpa ingin kamu tahu bahkan dia sendiri sebenarnya tidak sebegitu yakin
dengan peluang yang ia tawarkan tersebut akan terealisasi.
Sebuah perjalanan yang telihat mengesankan
sekalipun belum tentu memberikan kesan yang sama jika dalam ceritanya kamu
menemukan hal janggal yang tidak menyenangkan selama proses perjalanan itu
berlangsung, atau bahkan justru dalam sebuah perjalanan yang biasa saja malah memberikan
kesan yang luar biasa karena tanpa disangka menemukan hal-hal yang menurut kamu
sebagai kejutan diluar ekspektasi yang belum kamu bayangkan selama proses
perjalanan itu akan terjadi.
Dan kini saya akan membawa sobat
budget traveler semua menuju ke dalam dunia cerita saya yang lainnya kembali.
Sebuah perjalanan yang kali ini menurut saya penuh dengan kisah dramatis di
sepanjang proses awal hingga akhirnya kepulangan ke
kota asal saya kembali meninggalkan sahaba-sahabat Banten yang saya rindukan. Kini saya ingin
bertanya kepada sobat semua, seberapa percayakah kamu dengan orang yang baru dikenal? tentu kalian semua tidak ada yang menjawab tingkat kepercayaan itu
mencapai seratus persen atau bahkan kurang dari delapan puluh persennya. Jawaban
yang demikian bagi saya adalah sebuah pernyataan yang normal dan wajar. Kita tidak tahu sejauh
mana karakter orang asing yang baru kita kenal untuk kita percaya begitu saja
bukan? namun hal ini sepertinya malah tidak berlaku bagi saya.
Jujur, entah mengapa saya begitu
dengan mudahnya berkenalan dengan orang asing yang belum saya ketahui watak, karakter
serta tujuannya nanti, entah mengapa pula saya sebegitu gampang mengakrabkan
diri dengan orang yang baru dikenal sekalipun belum berjumpa sama sekali, dan
inilah cerita perjalanan saya dari waktu ke waktu yang tidak lazim saya lakukan
di setiap tempat memijakkan kaki kembali di bumi pertiwi yang baru saya datangi
ini, dan di setiap tempat itu pula saya berkenalan dengan orang asing kembali
dan kemudian mengakrabkan diri segampang itu lalu membaur bersama mereka.
Suatu ketika ada yang pernah
bertanya kepada saya, “kenapa kamu begitu berani melakukan perjalanan bersama
orang yang tidak kamu kenal sama sekali, bisa saja hal buruk terjadi diluar
dugaan?” timpalnya. Saya pun menjawab perlahan, wahai sobat ketahuilah bahwa
saya selalu percaya dengan sebuah kalimat bijak, dimana saat kita melakukan hal
baik, maka balasan setimpal akan kita terima serupa seperti yang kita lakukan,
niat yang baik akan bermuara pada hasil yang baik. Perjalanan mengajarkan saya
untuk menilai segala sesuatunya yang diciptakan tuhan itu adalah baik, sugesti
yang baik akan menghasilkan energi positif yang baik kepada setiap siapapun
yang kita jumpai walau untuk pertama kalinya.
Ada pula yang menanyakan hal
berbeda lainnya, “kenapa kamu tidak memilih berpetualang saja bersama sahabat
yang sudah kamu kenal dari tempat kamu berasal?” Tanya seseorang lainnya.
Jawaban pun saya lontarkan dengan santai, bahwa untuk kamu ketahui sobat bagi
saya perjalanan adalah semacam proses mengenali jati diri, menemukan
orang-orang baru di sepanjang penjelajahan baru yang saya lalui, mencoba
beradaptasi dan menemukan sisi lain dari kehidupan lainnya di luar zona nyaman
bersama orang-orang baru yang saya yakin akan memberikan warna dan cerita baru
nantinya.
Melanjutkan bucket list yang telah
saya siapkan menuju daratan berikutnya, akhirnya menuntun putaran nahkoda saya menuju ke provinsi Banten. Sebuah provinsi yang sebelumnya merupakan bagian
dari Jawa barat. Dua minggu sebelum keberangkatan saya pun mulai mencari lokasi
tujuan awal yang ingin saya datangi, dan setelah memantapkan niat untuk menuju Banten
saya pun mulai membagikan kiriman di sosial media untuk mencari teman-teman
lokal yang berminat untuk melakukan perjalanan bersama selama di Banten
nantinya. Berbagai referensi dari internet mulai saya geledah mengenai hal
menarik apa saja yang bisa saya temukan di Banten ini nantinya, dan hal yang
paling memikat di hati saya untuk dijelajahi adalah dua tempat yang menurut
saya menjadi khas nya Banten saat itu, yaitu dusun Baduy dan Taman Nasional
Ujung Kulon.
Seorang sahabat yang dengan baik
hati menghampiri saya melalui direct
message sebuah sosial media, menanyakan rencana keberangkatan saya ke Banten
dan hal apa saja yang ingin saya datangi nantinya. Namanya adalah Dim, sahabat
yang kelihatannya menyukai dunia yang sama seperti saya dan berasal dari kota
Tangerang. Obrolan melalui cuit-cuitan di sosmed memang sering kami lakukan,
namun untuk bertemu langsung di dunia nyata tentu akan menjadi kali pertama
yang akan saya lakukan nanti bersama Dim selang satu pekan kedepan menuju hari
H nantinya.
Obrolan langsung melalui chat whatsapp pun semakin intens saya lakukan
sembari menanyakan ada hal menarik apa saja di Banten yang recommended untuk di kunjungi. Dim pun memberikan banyak opsi,
mulai dari taman, danau, air terjun, pantai hingga pulau. Setelah mencari
sekian banyak opsi akhirnya saya menentukan beberapa spot yang akan saya
sambangi nantinya kepada Dim. Seiring dengan makin akrabnya obrolan akhirnya
saya menemukan teman lainnya yang memiliki minat dan hobi yang sama bernama Tio,
dia adalah warga asli Rangkasbitung, dan sepertinya yang paling paham mengenai Dusun
Baduy, pikir saya saat itu.
Dim bertanya kepada saya, kemana
tujuan akan berkunjung nantinya. Dan saya pun menjawab bahwa saya ingin sekali
bisa mengunjungi dusun Baduy dan Taman Nasional Ujung Kulon, celetuk saya kepadanya.
Sedikit lama Dim membalas chat saya, karena mungkin sedang berpikir seberapa
kemungkinan permintaan saya tersebut akan terealisasi, karena dia sendiri juga
belum pernah menyentuh dua lokasi tersebut.
Mendekati tiga hari sebelum
keberangkatan saya pun kembali memastikan apakah Dim benar-benar bisa menemani
perjalanan selama tiga hari di Banten nantinya menuju lokasi yang ingin saya
datangi tersebut, dan Dim kembali menjawab dengan yakin bahwa ia bisa, dan
menyegerakan saya untuk menyelesaikan masalah pertiketan, bahkan dia pun
sudah membuat jadwal hari pertama hingga kedua akan menuju kemana saja nantinya,
serta memastikan bahwa di hari kedua hingga ketiga kita akan menyelesaikan trip
Baduy dan Ujungkulon, janjinya saat itu. Walau terkesan agak ragu-ragu namun ia
tetap mampu memantapkan hati saya untuk tetap berangkat. And well, akhirnya
tiket penerbangan pun issused juga
untuk keberangkatan tepat di awal pergantian bulan besok.
Malamnya saya pun melanjutkan
obrolan dengan Tio, sahabat sosmed lainnya yang saya kenal di jejaring sosial
yang sama. Belakangan dari obrolan ini saya pun tau bahwa ternyata kemungkinan
untuk menyelesaikan dua bucket list
yang ingin saya capai dalam tiga hari sepertinya sangat tidak memungkinkan,
karena letak antar kedua lokasi berjauhan dan masing-masing berada di ujung
provinsi yang saling bertolak posisi. Walau akhirnya saya tau bahwa list
perjalanan tersebut tidak akan tercapai, namun komitmen Dim untuk membantu
menyelesaikan bucket list yang saya buat menjadi jawaban yang sangat saya apresiasi
walau bahkan sebenarnya Dim sendiri belum tau dimana keberadaan letak kedua
lokasi tujuan, tapi paling tidak beliau sudah bersungguh-sungguh untuk menjadi
partner untuk menyelesaikan bucket list tersebut walau akhirnya saya merombak
ulang lagi spot yang ingin saya tuju karena tidak ingin betul-betul menyusahkan
orang lain dengan bucket list yang tak masuk akal. Satu hal yang menurut saya
luar biasa untuk kebaikan hati seseorang yang belum kenal kepada orang yang
ingin ditemuinya nanti, namun ia dengan yakin memberanikan diri untuk
menyisihkan waktunya untuk melakukan perjalanan bersama orang tersebut.
Pesawat akhirnya lepas landas dan
kemudian safe landed di Bandar udara
Soekarno Hatta. Meski jadwal penerbangan akhirnya dimajukan pihak maskapai,
namun saya tetap bersemangat untuk menuju ke bandara di pagi-pagi buta sekali. Dari
bandara saya harus melanjutkan perjalanan menggunakan ojek online menuju stasiun Tangerang. Cuaca
di sini sungguh terik sekali, padahal jam masih menunjukkan waktu di bawah
pukul 9 pagi. Wah akan seekstrim apa terik panas yang akan dilalui nanti selama
3 hari perjalanan ini nantinya, pikir saya.
Tepat pukul 10.00 akhirnya Dim
menjemput saya di stasiun dan selanjutnya kami harus menuju stasiun Serpong dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju stasiun Rangkasbitung untuk menemui Tio. Dalam perjalanan
sudah ada gambaran bahwa perjalanan kali ini pasti akan menyenangkan, pasalnya
sudah ada 3 teman lainnya yang bersedia melakukan trip bersama saya juga. Sepeda
motor pun akhirnya merapat di parkiran stasiun, disana sudah terlihat sahabat
yang dikenal dari jejaring sosial yang sama sebelumnya, yaitu Robi yang juga teman sosmed dan
sepupunya bernama Yoga yang belum saya kenal sama sekali. Sembari bercerita tentang segala hal sepanjang
perjalanan menuju stasiun Rangkasbitung akhirnya kami pun tiba di Rangkasbitung
setelah menempuh perjalanan menggunakan commuterline
selama 2 jam. Tujuan kami kali ini adalah untuk bertemu dengan Tio yang menjadi
pakar perjalanan menuju dusun Baduy siang ini.
Sesampai di stasiun
Rangkasbitung, kebingungan mulai melanda. Karena memang jadwal kedatangan di
lokasi meeting point yang sudah
disepakati malah justru molor dari waktu yang di tentukan, di tambah lagi
dengan cerita kesalahpahaman mengenai teknik keberangkatan yang awalnya semula
mengira akan menggunakan elf ternyata Tio merubah nya menjadi menggunakan
sepeda motor dengan maksud efisiensi waktu agar lebih cepat sampai. Namun
setelah menghitung jumlah kesuluruhan anggota yang akan berangkat, diluar
prediksi bahwa ternyata sepeda motor yang tersedia hanya 2 unit, karena memang
dari bahasan awal Tio hanya mengetahui bahwa seluruh teman yang akan berangkat
berjumlah 4 orang saja termasuk Tio sendiri, dan akhirnya terpaksa mencari alternatif
lainnya agar semua tetap berangkat.
And well, setelah melalui proses
pencarian transportasi alternatif,
pilihan kami jatuh kepada ojek lokal di stasiun yang menawarkan dengan harga
200rb untuk mengantar PP dengan tawaran yang lebih murah ketimbang tawaran ojek
lainnya yang telah ditanyakan justru ternyata memasang tarif tidak wajar hingga
400rb untuk mengantar bolak-balik yang akhirnya kami tolak mentah-mentah. Cerita konyol pun terjadi di sela-sela menjelang keberangkatan mengenai siapa yang akan berangkat dengan diboncengi si akang Ojek, dan setelah beberapa menit tolak-menolak dan tuding-menuding pilihan akhirnya menjadikan Yoga yang akhirnya menjadi tumbal untuk berangkat bersama si akang ojek. Akhir
cerita setelah bahasan yang pelik kami pun berangkat juga menuju dusun Baduy
pada pukul 2 siang.
Sesuai yang diperkirakan Tio
bahwa jalanan sangat tidak bersahabat jika harus menggunakan elf, karena badan
jalan yang sudah mulai hancur tentu akan memperlambat waktu sampai di waktu
yang sedikit genting untuk menyelesaikan trip mengunjungi dusun Baduy. Dan
akhirnya 1,5 jam kemudian setelah melalui jalan panjang yang penuh dengan
hentakan akibat jalan yang penuh dengan lubang kami pun tiba di Ciboleger
sebagai pintu masuk menuju dusun Baduy.
Foto : Kedatangan ke Ciboleger, pintu masuk menuju dusun Baduy
Kunjungan di dusun Baduy menurut
saya sebagai awal cerita yang mengakrabkan kami semua disini, meski awalnya malu dan "jaim" untuk mengekspresikan sifat asli ataupun keinginan untuk difoto di depan kamera, namun akhirnya lambat laun menunjukkan karakter aslinya juga yang memang ternyata anak "sosmed banget" pemburu foto profil, walau awalnya sungkan dan banyak basa-basi akhirnya semua meredam
dan menyatu seolah-olah sudah pada mengenali satu sama lain sejak lama. Destinasi wisata budaya adat bagi
saya memang selalu menarik perhatian. Keunikan budaya dan gaya hidup
masyarakatnya yang masih tradisional menjadi daya tarik tersendiri untuk saya
kunjungi. Objek wisata yang paling memikat hati saya salah satunya disini.
Foto : Trip ke dusun Baduy bersama Yoga (kiri), Tio (kiri kedua), DIm (sbelah saya) dan Robi (fotografer)
Foto : Tempat penyimpanan bahan pokok di dusun Baduy
Indonesia memang
penuh keunikan dengan kearifan lokal suku-suku etnis yang masih terjaga hingga
saat ini, sehingga menarik untuk dipelajari. Keberagaman suku dan budaya
membuat Indonesia sangat kaya dengan nilai-nilai budaya yang unik. Salah
satunya adalah suku Baduy. Adat istiadat suku Baduy masih dipertahankan, begitu
pula alam sekitar dusun Baduy juga masih sangat terjaga.
Suku Baduy berasal
dari daerah Banten. Lokasi nya berada di pedalaman kaki pegunungan Kendeng di
desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar. Karena lokasinya di lereng pegunungan tentu
saja dusun Baduy dalam ini mempunyai udara yang sejuk khas pegunungan. Bagi
wisatawan yang suka dengan suasana pegunungan tentu saja dusun Baduy menjadi
wisata wajib yang harus dikunjungi. Namun sangat disayangkan saat kunjungan ke
sini, kami tak menyempatkan untuk bertandang ke Baduy dalam, mengingat waktu
yang terbatas dan esoknya harus melanjutkan trip ke sebuah pulau fenomenal di Banten.
Keunikan dari dusun Baduy
bukan hanya keadaan alamnya yang masih terjaga, tetapi kearifan lokal adat
istiadat nya yang menjadi hal unik untuk di jaga. Suku Baduy dibagi menjadi dua
golongan, yaitu suku Baduy dalam dan suku Baduy luar. Sebenarnya tidak ada
penggolongan terhadap suku Baduy, masyarakat Baduy sendiri menganggap suku Baduy
hanya ada satu. Penggolongan tersebut sebenarnya hanya didasarkan pada perbedaan
gaya hidup dari kedua golongan tersebut.
Selain itu, agama
suku Baduy dalam berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Mereka menyebut
agama/kepercayaan mereka dengan sebutan Sunda wiwitan. Kepercayaan ini berarti
ajaran leluhur yang diturunkan secara terus-menerus. Tetapi kepercayaan ini
hanya dianut oleh suku Baduy dalam, sedangkan kebanyakan suku Baduy luar sudah
mulai mengadopsi agama islam sebagai agama mereka.
Foto : Aktifitas bersama anak-anak suku Baduy luar
Suku Baduy dalam
adalah masyarakat Baduy yang masih memegang teguh adat-istiadatnya secara utuh.
Konsep yang dipegang adalah konsep pikukuh yaitu pada intinya konsep ini berisi
tentang keapadaan, sehingga suku Baduy dalam tidak menerima adanya pengaruh
modernisasi. Beberapa peraturan yang harus ditaati oleh suku Baduy dalam adalah
tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan dan tidak diperbolehkan menggunakan
alas kaki.
Sedangkan suku Baduy
luar adalah masyarakat Baduy yang masih memegang adat istiadat yang ada tetapi
terkontaminasi budaya modern. Masyarakat Baduy luar biasanya sudah mengenal teknologi
dan lebih maju dibanding dengan masyarakat Baduy dalam. Dalam segi pakaian Baduy
luar cenderung memakai pakaian gelap yang melambangkan mereka sudah tidak suci
lagi. Sebaliknya, suku Baduy dalam akan lebih memakai pakaian berwarna putih
yang melambangkan bahwa mereka masih suci karena masih mempertahankan pikukuh
tersebut. Untuk berlibur di dusun Baduy ini, wisatawan tidak usah bingung
karena tersedia berbagai paket wisata dusun Baduy Kanekes Banten yang dapat
dimanfaatkan.
Untuk menuju menuju dusun Baduy menggunakan kendaraan umum
sangatlah mudah. Langkah pertama adalah menuju stasiun Rangkasbitung. Jika anda
berangkat dari Serang maka akan memakan waktu sekitar 1 jam dengan menggunakan commuterline.
Perjalanan menggunakan commuterline sangat direkomendasikan karena dinilai
lebih efisien. Dan pemandangan yang disuguhkan sepanjang perjalanan akan
membuat mata anda terpana dengan keindahan alam Banten.
Di tengah perjalanan, kita akan
melihat beberapa masyarakat Baduy yang sedang mengolah gula aren atau biasa
mereka sebut gula kawung. Meskipun sebagian besar masyarakatnya berprofesi
sebagai petani, tetapi sebagian dari mereka sering mencari pekerjaan sampingan
sebagai pembuat gula kawung. Untuk membuat gula kawung mereka harus memanjat
pohon aren untuk mengambil air aren atau air nila yang titampung didalam
sebilah bambu yang disebut lodong. Gula aren khas Baduy konon mempunyai rasa
yang sangat enak karena terbuat dari aren asli tanpa campuran apapun. Saya
sempat ditawari untuk membeli gula aren tersebut saat kunjungan tempo lalu.
Foto : Warga Baduy yang menawakan gula aren khas dusun Baduy
Mencari gula aren merupakan
pekerjaan masayarakat Baduy luar. Berbeda dengan suku Baduy luar, kehidupan
suku Baduy pedalaman lebih mengandalkan alam. Mereka jarang berinteraksi dengan
dunia luar dan cenderung menolak. Hal ini dikarenakan mereka percaya bahwa
diluar sana banyak orang pintar tetapi senang membodohi orang dengan
kepintarannya. Sehingga mereka memilih untuk tidak bergaul dengan dunia luar.
Perempuan suku Baduy lebih banyak
bekerja sebagai penenun. Kebanyakan dari mereka biasnya membuat tenun ikat khas
Baduy yang tentunya memiliki keunikan tersendiri disbanding dusun-dusun budaya
lainnya yang tersebar di seantero nusantara ini.
Foto : Kain tenun khas Baduy
Foto : Wanita penenun kain etnik dusun Baduy
Ilmu suku Baduy dalam dinilai
lebih sakti daripada suku Baduy luar. Ketaatan mereka terhadap nilai-nilai
luhur inilah yang membuat mereka mempunyai kesaktian. Kesaktian suku Baduy
dalam sudah sangat terkenal, mereka dinilai mempunyai kekuatan supranatural
yang sangat dahsyat. Hal inilah yang menyebabkan suku Baduy dalam lebih
dihormati daripada suku Baduy luar.
Pemimpin adat suku Baduy disebut
Pu’un. Ada tiga Pu’un yang tersebar di tiga dusun. Jabatan pemimpin ini
ditwariskan secara turun-temurun dan jangka waktu jabatannya pun tidak diatur
melainkan tergantung kemampuan seseorang tersebut. Tetapi dalam lingkup
Nasional, desa suku Baduy ini dipimpin oleh kepala desa atau disebut jaro
pamarentah oleh masyarakat Baduy. Lokasi dusun Baduy pedalaman
yang berada jauh dari kota membuat mereka jarang menjadi kepala desa.
Kearifan lokal merupakan harta
yang tersembunyi bagi Indonesia. Nilai-nilai dan kebudayaan yang berkembang
merupakan harta yang tidak ternilai harganya. Keberagaman suku bangsa merupakan
hal yang harus dihargai dengan baik oleh warga Indonesia. Toleransi diantara suku
bangsa merupakan kunci untuk masyarakat Indonesia agar Indonesia tetap menjadi
negara yang beragam. Karena keberagaman merupakan kekuatan utama yang dipunyai
oleh Indonesia.
Perjalanan di dusun Baduy bersama
Dim, Robi, Tio dan Yoga begitu sangat mengesankan, walau kami tidak sempat
menginap dan merasakan langsung berbaur semalamann dengan masyarakat Baduy, namun
setidaknya telah banyak hal unik dan mengesankan yang saya pelajari disini.
Mereka sahabat baru yang luar biasa yang dengan senang hati dan tanpa sungkan untuk
menemani orang asing seperti saya untuk melihat langsung kebudayaan asli yang
masih bertahan di negeri mereka.
Perjalanan pun belum usai sampai
disini, masih banyak cerita menarik dan luar biasa lainnya setelah usai
mengunjungi dusun Baduy ini pastinya. Hari semakin sore dan kami pun melanjutkan
perjalanan untuk kembali ke Rangkasbitung kemudian menuju Cilegon untuk
melanjutkan trip kedua di Pulau Sangiang esok hari.
Kali ini kami berpisah dengan
Robi dan Yoga karena besok mereka akan kembali bekerja, dan perjalanan hari
berikutnya akan kami lakukan bertiga bersama sahabat baru lagi nantinya di hari
kedua. Nah penasaran kan dengan cerita perjalanan saya bersama sahabat-sahabat
Banten di hari kedua nantinya? Akan menemui siapa lagi sih kami bertiga di hari kedua
nanti? Cerita selanjutnya akan saya bahas dalam postingan berikutnya di
petualangan Banten lainnya dalam cerita trip Pulau Sangiang. Nantikan kisah
seru selanjunya dalam coretan blog di provinsi Banten ya sobat budget traveler.
0 komentar