Ngebolang Puas dari Jambi Ke Lampung Gak Sampe 800 Ribuan, Ah Masa Iya ?

22.09.00



Lokasi wisata
-          Kota Bandar Lampung
-          Kab. Lampung Selatan
-          Kab. Pesawaran
Total biaya yang dihabiskan
Rp.748.000,-
Jenis Perjalanan
Double Backpacker
Lama Perjalanan
28 September -  1 oktober 2016
Kepuasan perjalanan
(9.0) dari (10)

Petualangan ke negeri seribu tapis ini sebenarnya tidak direncanakan sama sekali sebelumnya. Berawal dari chit-chat via sosmed waktu itu dengan salah satu sahabat travelmate di lampung yang menawarkan saya untuk berkunjung ke kota nya. Sempat berpikir berulang-ulang waktu itu, namun akhirnya naluri ingin bertualang akhirnya tak bisa di tahan lagi mengingat bahwa saya sendiri memang belum pernah melancong ke negeri gajah sumatera tersebut.

Setelah melalui obrolan panjang sekitar 2 hari bersama Ridwan, si sahabat travelmate yang katanya ingin mengajak saya berkeliling di provinsi Lampung tersebut, akhirnya saya putuskan untuk berangkat keesokan harinya. Kali ini saya tidak membuat itinerary sama-sekali, karena saya sudah paham kalau Ridwan sudah sangat expert untuk hal ini. Adapun perjalanan yang berlangsung selama di provinsi lampung tersebut adalah sebagai berikut:

Hari/tanggal
Itinerary
Waktu
Rabu, 28 September
-          Travel Jambi - Lampung
-          20.30 – 09.00 wib
Kamis, 29 September
-          Perkebunan PTPN Afdeling VII Bergen
-          Batu Granit
-          Puncak Sukadana ham
-          10.30 – 11.30 wib
-          11.30 – 14.00 wib
-          20.00 – 21.00 wib
Jumat, 30 September
-          Way Biyah
-          Dam Jepang
-          Pohon Sinyal
-          Dermaga Anak Krakatau
-          Pulau Mengkudu
-          Batu lapis
-          Way Memata Sumokh Tekus
-          Dermaga Boom Kalianda
-          Air panas Simpur
-          Masjid Kubah Intan
-          Kuliner malam Bandar lampung
-          07.30 – 09.00 wib
-          09.30 – 10.00 wib
-          10.30 – 11.00 wib
-          11.30 – 12.30 wib
-          12.00 – 13.00 wib
-          13.00 – 13.30 wib
-          14.00 – 14.30 wib
-          15.00 – 15.30 wib
-          16.00 – 17.00 wib
-          17.30 – 17.45 wib
-          21.00 – 22.00 wib
Sabtu, 01 Oktober
-          Muncak Teropong Laut
-          Pantai Dewi Mandapa : Dermaga asmara
-          Pantai Dewi Mandapa : Pulau Cinta
-          Alam Wawai
-          Kuliner Bakso Sony Bandar Lampung
-          Travel lampung - Jambi
-          08.00 – 10.00 wib
-          11.00 – 12.00 wib
-          12.00 – 13.00 wib
-          16.00 – 17.00 wib
-          19.00 – 20.00 wib
-          20.00 – 09.00 wib

Daftar diatas adalah perjalanan selama 3 hari yang telah saya lakukan bersama Ridwan selama di provinsi lampung. Beruntung saya bisa mengenali sobat travelmate bernama Ridwan tersebut, karena selain humble beliau juga begitu welcome bersama sahabatnya menyambut kedatangan saya serta begitu antusias mengajak saya berkeliling memperkenalkan tanah kelahirannya.

HARI KE 1: Rabu, 28 September 2016
Agenda
-          Travel Jambi - Lampung
-          20.30 – 09.00 wib

Rabu ini adalah malam keberangkatan saya menuju provinsi Lampung. Ada cerita unik yang terjadi sebelum keberangkatan saya malam itu, kisah dimana saya nyaris tertinggal oleh mobil travel. Sebenarnya saya sudah menunggu di loket keberangkatan setengah jam sebelum keberangkatan, entah karena memang sedang apes sehingga ketika panggilan penumpang di bunyikan saya justru sedang berada di dalam toilet. Malangnya seteleah saya keluar toilet tidak ada petugas satupun yang menanyakan jadwal tujuan keberangkatan saya, dan anehnya lagi drivernya sendiri tidak mengecek daftar penumpang yang akan di bawanya. Na’asnya ternyata mobil yang baru saja berangkat di depan mata saya tadi adalah mobil yang seharusnya saya tumpangi, namun ternyata belakangan saya tidak tahu sama sekali bahwa mobil yang berangkat tadi adalah yang seharusnya saya naiki.

Dengan santai karena saya menganggap belum ada panggilan keberangkatan, akhirnya saya kembali menunggu, hingga akhirnya seperempat jam berlalu saya pun mulai merasa was-was. Akhirnya saya menanyakan perihal keberangkatan kepada CS bagian reservasi tiket perjalanan, kagetnya ia pun ternyata menginfokan bahwa mobil telah berangkat seperempat jam yang lalu. Saya panik dan petugas pun juga panik karena supir juga dianggap lalai tidak mengihtung kembali jumlah penumpang yang seharusnya ia bawa. Ujung cerita, akhirnya karena pihak travel merasa bersalah kepada pelanggannya, akhirnya pemilik travel mengambil kebijakan untuk mengantar saya ke lokasi mobil yang harusnya saya tumpangi dan posisinya saat ini sedang berhenti menunggu kedatangan saya. Lumayan jauh ternyata mobil tersebut telah melaju, namun Alhamdulillah ternyata keberuntungan masih berpihak kepada saya untuk tetap melanjutkan perjalanan ke provinsi Lampung. Yeay !!! Finally perjalanan ke kota Bandar Lampung pun berlanjut juga, dan menghabiskan waktu tempuh perjalanan selama 13 jam.

Jenis Pengeluaran Hari ke-1
Biaya
Travel Jambi - Lampung
Rp. 220.000
Total
Rp. 220.000

HARI KE 2: Kamis, 29 September 2016
Agenda
-          Perkebunan PTPN Afdeling VII Bergen
-          Batu Granit
-          Puncak Sukadanaham
-          10.30 – 11.30 wib
-          11.30 – 14.00 wib
-          20.00 – 21.00 wib

Mentari pagi perlahan mulai menyinari jalanan, dengan mata yang masih mengantuk dan ternyata tanpa saya sadari full time selama perjalanan saya cukup tertidur pulas, dan akhirnya pukul 08.00 wib mobil memasuki kawasan kota Bandar Lampung. Saya pun segera menghubungi Ridwan untuk meminta arahan dimana seharusnya saya berhenti. Saya pun diarahkan ke sebuah terminal terdekat dengan kost-an nya.

Saya pun turun di terminal Rajabasa, Bandar Lampung. Sekitar beberapa menit saya menunggu akhirnya Ridwan pun datang juga menghampiri saya menggunakan sepeda motor matic nya. Ini adalah kali pertama saya bertemu dengan Ridwan setelah sekian lama kami hanya berkomunikasi melalui sosial media. Begitu senang rasanya, ketika ternyata benar-benar bisa bertemu travelmate yang selama ini hanya berbicara sebatas jejaring sosal. Iya, sama seperti kisah-kisah saya sebelumnya saat bertemu perdana dengan travelmate lainnya di hampir kebanyakan daratan di Indonesia ini yang pernah saya kunjungi.

Sejenak saya berisitirahat di kost Ridwan sembari merluruskan pinggang setelah seharian penuh melakukan perjalanan darat dari kota Jambi menuju Kota Bandar Lampung. Di kost ridwan ternyata saya berkenalan dengan Lucky, adik sepupu dari Ridwan. Obrolan kami bertiga pun semakin kian akrab dan melebar ke pembicaraan apa saja di luar cerita tentang perjalanan kami.

Setelah sekian lama berbicang-bincang dan sharing masalah wisata menarik apa saja yang bisa di kunjungi di provinsi Lampung, akhirnya Ridwan memutuskan untuk mengajak saya dan Lucky juga untuk mengunjungi taman Batu Granit. Lokasi ini sendiri terletak di Tanjung Bintang, kabupaten Lampung Selatan. Sepanjang perjalanan Ridwan menceritakan kisah unik tentang Taman Batu Granit ini, dimana terdapat hamparan batu granit yang bertumpuk-tumpuk sangat banyak sekali pada satu lokasi yang membentuk bukit, namun tak di ketahui dari mana asalnya, pasalnya tidak ada sama sekali Gunung yang ada di area bukit besar yang memperlihatkan pecahan batu tersebut bisa mengelompok seperti itu.





Sekitar beberapa jam kami menghabiskan waktu bersama di atas Batu granit tersebut, menikmati indahnya alam dari ketinggian serta berfoto sesuka hati dengan fose yang bermacam-macam disana. Namun, ada hal yang sangat disayangkan di lokasi ini, bahwa ternyata vandalisme masih kental dilakukan oleh anak-anak tak bertanggung jawab dengan ulah ke “alay-an” mereka mencoret-coret bebatuan tersebut hingga menghilangkan nilai asli artisitiknya susunan keindahan batuan granit yang terhampar luas tersebut. Besar harapan agar ada yang lebih peduli lagi dengan lokasi favorit nongkrongnya anak muda-mudi ini agar lebih menjaga lagi kelestarian dan keasrian area sekitar taman Batu granit ini.

Setelah puas seharian bermain di sana, kami pun melanjutkan  perjalanan kembali kearah kota Bandar lampung, dan malamnya kami melanjutkan berkunjung melihat kota Bandar lampung dari ketinggian. Perjalanan malam pun kami lanjutkan menuju The Summit Bistro, yaitu sebuah area café nongkrong yang terletak di atas perbukitan. The summit Bistro sebenarnya bukan tujuan saya, sebagai seorang Backpacker, kegiatan nongkrong semacam itu bukan bagian dari rencana perjalanan saya, karena jujur tujuan saya ke Lampung benar-benar totalitas ingin menjelajahi alam tanpa sentuhan traveling ala modern seperti itu.

Agaknya ridwan memahami betul keinginan saya dan tipikal perjalanan yang saya inginkan. Sedikit bergeser beberapa ratus meter dari lokasi Summit Bistro, Ridwan mengajak saya melihat Rooftop Sky kota Bandar Lampung dari Puncak Sukadana Ham, yaitu sebuah perbukitan yang berhadapan langsung dengan view indahnya lampu-lampu malam kota Lampung. Tidak berselang lama kami disana, karena hanya sebatas menghilangkan rasa penasaran saya saja, kami pun segera bergegas beranjak menuju spot berikutnya yang kabarnya dari tuturan Ridwan merupakan daerah yang paling indah di provinsi Lampung. Wah saya semakin tidak sabaran lagi nih !!!!


Berlanjut malam itu juga kami menuju Kalianda, kampung kelahirannya Ridwan. Jaraknya lumayan juga untuk sebuah perjalanan malam, sekitar 3 jam waktu tempuh dari kota Bandar Lampung menuju Kalianda, kabupaten Lampung Selatan. Malam itu kami tiba pukul 01.00 dini hari dan ridwan langsung mengajak saya menginap di tempat kakak nya. Alhamdulillah, begitu banyak orang-orang baik di sekitar saya selama perjalanan ini, ditambah lagi sambutan kakak Ridwan yang super welcome dan hangat, menambah rasa kecintaan saya terhadap provinsi Lampung bahwa di negeri tapis ini begitu banyak orang yang humble seperti ini.

Malam itu kami habiskan waktu untuk beristirahat dan membersihkan diri dari panjangnya perjalan di hari pertama. Ridwan berjanji akan mengajak saya keesokan harinya di tempat-tempat paling spesial di Kalianda, tutupnya.

Hari semakin larut, badan semakin lelah, matapun akhirnya terpejam dengan sendirinya hingga akhirnya esok kami akan melanjutkan perjalanan kembali.

Jenis Pengeluaran Hari ke -2
Biaya
Bensin sepeda motor @25.000 x 2
Rp. 50.000
Makan 2x
Rp. 20.000
Es Tebu
Rp. 3.000
Total
Rp. 73.000

HARI KE 3: Jumat, 30 September 2016
Agenda
-          Way Biyah
-          Dam Jepang
-          Pohon Sinyal
-          Dermaga Anak Krakatau
-          Pulau Mengkudu
-          Batu lapis
-          Way Memata Sumokh Tekus
-          Dermaga Boom Kalianda
-          Air panas Simpur
-          Masjid Kubah Intan
-          Kuliner angkringan tugu Bandar Lampung
-          07.30 – 09.00 wib
-          09.30 – 10.00 wib
-          10.30 – 11.00 wib
-          11.30 – 12.30 wib
-          12.00 – 13.00 wib
-          13.00 – 13.30 wib
-          14.00 – 14.30 wib
-          15.00 – 15.30 wib
-          16.00 – 17.00 wib
-          17.30 – 17.45 wib
-          21.00 – 22.00 wib

Hari ketiga pun tiba, yaitu hari dimana menurut Ridwan saya akan mendapatkan banyak kejutan dalam petualangan saya pada trip ke Lampung perdana saya kali ini. Saya cukup penasaran dan begitu excited akan kemana saya bakalan diajak Ridwan mulai dari pagi ini.

“Ayo buruan lu ambil handuk bhim, kita mandi belakang rumah, elu bakalan kaget dengan tempat yang gw ajak pagi ini” tuturnya pagi itu kepada saya yang masih sedikit menguap-nguap. Saya kembali menduga-duga, wah berarti aliran air yang saya dengar semalaman merupakan aliran air dari salah satu spot yang akan saya kunjungi hari ini dong. Sambil memperlihatkan muka mupeng, dengan sigap saya jawab “laksanakan ndan !!” kepada Ridwan.

Ternyata benar, surga indah itu tepat berada di belakang rumah kakak Ridwan. Wow, awesome sekali. Sedikit terbelalak mata saya saat melihat hamparan keindahan yang di suguhkan di depan mata saya. Sembari berjalan menyusuri nya, Ridwan mejelaskan kepada saya bahwa ini adalah mata air Way Biyah, yang merupakan sebuah mata air alami yang konon katanya tak pernah kering bahkan di musim kemarau sekalipun. Bahkan uniknya saya melihat beberapa warga mengambil air nya dan langsung meminumnya. Saya pun bertanya kepada Riidwan mengenai air tersebut apakah memang benar bisa langsung diminum? Dan Ridwan menjawab “Iya, bisa bhim”. Cerita yang saya dapatkan bahwa mata air yang berwarna kebiruan ini adalah aliran air murni langsung dari Gunung Rajabasa yang ada di Kalianda. Hmm pantas saja begitu bening dan bersih serta bisa langsung diminum.


“Nih cobain minum bhim” celetuk Ridwan kepada saya sambil menyodorkan secangkir air dari kolam Way Biyah itu. “Lu yakin wan?” Tanya saya ragu. “iya, minum aja. Kalo pendatang wajib nyobain minum air ini, dan nanti lu bakalan kangen bisa balik ke desa saya ini lagi nantinya” tutur Ridwan. Saya pun mengikuti kata ridwan, dan semoga ya benar-benar suatu saat nanti saya bisa bersilaturahmi untuk kedua kalinya kesini.

Seusai menikmati indahnya mata air biru tersebut, kami kembali kerumah kakak Ridwan dan mengganti pakaian. Setelah sarapan perjalanan pun kami lanjutkan. Spot kedua yang saya kunjungi adalah dam Jepang. Dam ini diberikan istilah “Dam Jepang” bukan berarti dibangun pada sisa bangunan lama jepang, melainkan hanya sebuah ungkapan untuk memudahkan mengingat penamaannhya. Nama asli lokasi ini adalah Jembatan Pangkul, disingkat Jepang. Entah siapa dulu yang memberikan singkatan ini, yang pasti nama ini seperti sudah melekat di lidah penduduk sekitar. Dam Jepang ini sangat unik, aliran air nya yang di DAM dari mata air pegununungan langsung, alirannya langsung menyatu dengan lautan. Sungguh mengagumkan sekali ciptaan sang Khalik ini, gumam saya dalam hati.



Tak mau terlalu berlama-lama karena Ridwan mengatakan perjalanan kita masih sangat panjang hari ini. Kami pun bernajak melanjutkan perjalanan menuju ke spot ke tiga. Kunjungan ketiga kami adalah sebuah pohon kokoh namun tak berdaun, mungkin karena sedang gudur daun yang begitu banyak diikat dengan plastik es bon-bon berisi cairan air berwarna hijau dan kuning. Awalnya saya bingung dan menanyakan kenapa pohonnya di buat seperti itu, Ridwan pun menjawab bahwa itu hanyalah sisa hiasan karnaval 17-an agustus lalu yang masih terpasang. Kmeudian saya kembali bingung dan bertanya kepada Ridwan dimana sisi uniknya pohon ini. Ridwan pun menceritakan panjang lebar, bahwa ternyata secar fisik pohon ini terlihat biasa saja, namun history pohon ini yang tidak bisa dilupakan.

Pohon ini diberi julukan warga sekitar sebagai “Pohon Sinyal” tak ayal disebut demikian, karena konon katanya pohon ini dulunya sekitar tahun 90-an merupakan tempat seluruh orang berkumpul dari berbagai penjuru untuk melakukan komunikasi via telpon genggam. Menurut kisahnya bahwa dahulu sekali bahkan pengguna ponsel masih begitu langka, jaringan seluler pun hanya ada di beberapa wilayah di kota yang telah masuk daftar kota metropolitan, namun entah kenapa hanya di lokasi pohon ini satu-nya lokasi yang memancarkan sinyal jaringan seluler, sementara di area sekitarnya tidak terdapat pemancar sekalipun. Akhirnya setiap hari ada saja orang-orang yang sekedar mampir di pohon tersebut untuk sekedar berkomunikasi via Handphone. Hmmm, unik juga ya ternyata kisahnya.


Meski kini zaman sudah berubah, namun ternyata kisah klasik mengenai Pohon Sinyal ini masih saja mencuat dan menjadi history sepanjang masa. Tak sedikit orang yang sekedar mampir hanya untuk mengabadikan gambar bersama pohon ini, dan termasuk saya sendiri.

Akhirnya perjalanan saya lanjutkan menuju ke titik ke empat, yaitu dermaga menuju Gunung Anak Krakatau. Tujuan saya kali ini hanya untuk menyaksikan kokohnya anak Krakatau dari kejauhan, tak sempat mampir kesana karena waktu kami memang begitu singkat jika dibarengi dengan perjalanan menuju Gunung anak Krakatau. Ridwan menjelaskan bahwa ternyata masih banyak anak Lampung sendiri yang masih salah menyebutkan nama “Gunung anak Krakatau” dengan sebutan “Anak Gunung Krakatau” sedikit miris memang untuk pemahaman dasar sekelumit anak-anak Lampung yang mesti diluruskan, beda kata tentu beda makna, tapi seperti itulah adanya timpal Ridwan.


Setelah puas melihat keindahan dermaga ini, kami melanjutkan perjalanan menuju poin utama yang akan kami sambangi, yaitu Pulau mengkudu dan Batu Lapis. Awalnya saya sempat bingung mengapa dinamakan pulau mengkudu, padahal menurut referensi yang saya baca bahkan di pulau tersebut tidak ada mengkudunya saat ini. Ternyata, disebut pulau mengkudu karena konon katanya dulu pulau ini sebelum eksis menjadi pulau wisata, hampir keseluruhan vegetasinya dipenuhi dengan tanaman mengkudu.

Setelah berkeliling sekitar 10 menit, akhirnya kami menemukan penawar perahu yang memberikan harga cukup miring untuk trip bolak-balik ke pulau ini. Perjalanan menaiki pompong sekitar 10-15 menit untuk mencapai pulau tersebut. Yaey !!! akhirnya pompong pun merapat juga ke tepian pulau. Tapi ternyata di luar dugaan cuaca mendung dan tiba-tiba hujan. Sayang sekali rasanya, waktu yang terbatas untuk bisa menyelesaikan perjalanan mengelilingi pulau mengkudu terpaksa di tahan hingga hujan reda.

Cukup lama kami menunggu, akhirnya 30 menit kemudian hujan lebat pun berhenti juga. Dengan sisa waktu yang minim akhirnya kami sempaykan waktu untuk mengelilngi area pulau ini. Ada cerita unik tentang pulau ini, yaitu tentang pasir timbulnya. Saat pasang naik tiba maka pulau ini akan terlihat seperti dua pulau biasa yang berdampingan, namun hal unik akan terjadi saat pasang surut terjadi, dua pulau ini akan menyatu menjadi satu pulau dan sisi tengahnya akan membentuk jalan panjang berpasir yang menghubungkan pulau mengkudu dengan pulau di sisi sebelahnya.







Sekitar 45 menit kami menghabiskan menjelajahi pulau tersebut, kemudian kami berlanjut menuju Batu lapis. Batu lapis ini letaknya tak jauh dari pulau mengkudu, hanya sekitar 5 menit menggunakan pompong kamipun kembali di turunkan di area Batu lapis ini. Batu lapis ini merupakan susunan batu karang yang sangat unik, terlihat berlapis-lapis dan indah sekali, tak heran spot ini tak bisa dilewati begitu saja setelah kunjungan kami ke pulau mengkudu nan eksotis.


Mengingat waktu yang semakin minim, kami pun segera kembali dan melanjutkan perjalanan berikutnya. Kali ini Ridwan akan mengajak saya ke pantai berbatu nan unik, namanya pantai Sumokh Tekus, sekaligus menuju arah jalan pulang kembali. Di tengah terik yang panas akhirnya kita berhenti sejenak di area yang dimaksud. Namanya adalah Way Memata Sumokh Tekus, awalnya saya sempat bingung mengapa begitu banyak nama “Way” di daerah lampung, ternyata WAY adalah sebutan dengan bahasa lampung yang artinya AIR, jadi Way Memata = Mata Air.

Mata air ini sangat unik sekali, letaknya tepat di tepi pantai Sumokh Tekus yang jelas-jelas mengandung kadar garam dan berasa asin, sementara beberapa meter dari bibir pantai tersebut justru terdapat mata air tawar yang memancar, bahkan karena sempat ragu dengan rasa nya, saya pun mencicipi airnya, dan terbukti memang berasa tawar. Sungguh fenomena alam yang menakjubkan sekali yang diberikan tuhan sebagai tanda-tanda kebesarannya.



Kami pun melanjutkan perjalanan menuju dermaga Boom kalianda. Dermaga unik ini sangat ramai dikunjungi oleh penikmat wisata, deretan penjual kuliner khas Lampung hingga spot foto tersedia disini, bahkan begitu banyak kapal nelayan bersander di bahu dermaga menambah keelokan pemandangan di lokasi ini. Tak mau berlama-lama saya pun segera mengeluarkan action cam saya untuk mengabadikan moment gambar sana-sini di area dermaga Boom Kalianda ini.



Karena waktu sudah menunjukkan pulkul 15.30 wib, dan masih ada spot yang harus kami kunjungi, saya dan Ridwan segera bergegas melanjutkan perjalanan singkat kami, berhubung waktu liburan saya yang memang mepet sekali, dan harus segera menyelesaikan perjalanan di Kalianda hari ini dikarenakan saya harus melanjutkan kembali jelajah saya di kabupaten lainnya di Lampung esok harinya.

Spot yang saya kunjungi selanjutnya adalah sumber air panas Belerang Simpur yang berada di desa Kecapi dan masih di kecamatan Kalianda. Disini saya masih menemukan cerita unik yang berbeda kembali. Di penghujung sumber air panas saya menemukan begitu banyak kain yang dilempar ke tengah air panas. Awalnya saya berpikir ini adalah aksi vandalism, namun saya mencoba menanyakan terlebih dahulu kepada Ridwan kenapa begitu banyak orang yang membuang kain di sini. Usut punya usut ternyata ini adalah ritual yang di lakukan oleh warga sekitar maupun pelancong yang berkunjung. Konon katanya setelah mandi di air panas belerang ini agar kesehatan kulit kembali seperti sedikala, mereka wajib membuang pakaian yang mereka gunakan saat mandi air panas tersebut ke tengah-tengah air panas. Terdengar konyol sih, tapi begitulah tradisi yang beredar di kalangan masyarakat disana, karena tentu setiap daerah pasti punya adab, ritual, maupun pantangan yang harus dilakukan saat berkunjung ke suatu tempat, dan saya cukup memahami hal tersebut.




Puas berendam di air panas tersebut, akhirnya kami memutuskan untuk pulang kerumah kakak Ridwan kembali. Waktu menunjukkan pukul 17.15 wib, menandakan waktu yang kami miliki semakin minim, karena kami masih harus kembali lagi menuju kota Bandar Lampung untuk meneruskan jelajah wisata ke lokasi yang berbeda esok harinya.

Setelah usai packing dan bersih-bersih kami pun berpamitan dengan keluarga Ridwan, dan menyampaikan salam perpisahan semoga di lain kesempatan diperkenankan untuk berkunjung ke sini kembali. Perjalanan menuju kota Bandar lampung akan kami tempuh kembali sekitar 3-4 jam waktu tempuh berkendara menggunakan sepeda motor.

Di tengah perjalanan, kami sempat mampir di sebuah masjid yang unik di Kalianda. Jika biasanya masjid unik di Indonesia khas dengan kubah emas nya, di masjid ini justru khas dengan kubah Intannya yang tak biasa di lihat orang, membentuk seperti diamond pada bubung kubahnya, menambah keelokan interior masjid indah ini.

Perjalanan selama 3-4 jam menuju kota Bandar lampung menambah kisah lelahnya perjalanan yang kami lewati hari ini. Proud of you Ridwan !!! kamu travelmate yang luar biasa. Setiba di Bandar lampung kami beristirahat sejenak dan kemudian melanjutkan mencari menu kulineran di pusat kota.

Jenis Pengeluaran Hari ke-3
Biaya
Bensin sepeda motor @25.000 x 2
Rp. 50.000
Sewa pompong PP
Rp. 70.000
Makan siang
Rp. 30.000
Retribusi air panas simpur
Rp. 5.000
Kuliner malam Bandar Lampung
Rp. 15.000
Total
Rp. 170.000

HARI KE 4: Sabtu, 12 Maret 2016
Agenda
-          Muncak Teropong Laut
-          Pantai Dewi Mandapa : Dermaga asmara
-          Pantai Dewi Mandapa : Pulau Cinta
-          Alam Wawai
-          Kuliner Bakso Sony Bandar Lampung
-          Travel lampung - Jambi
-          08.00 – 10.00 wib
-          11.00 – 12.00 wib
-          12.00 – 13.00 wib
-          16.00 – 17.00 wib
-          19.00 – 20.00 wib
-          20.00 – 09.00 wib

Pagi ini saya kembali dihadapkan dengan rentetan perjalanan luar biasa yang telah di persiapkan Ridwan untuk kami jelajahi. Pukul 07.00 wib kami sudah bersiap-siap untuk menuju spot pertama di kabupaten Pesawaran. Lokasi pertama yang akan kami sambangi di hari sabtu ini adalah wilayah Muncak Teropong Laut. Kebetulan hari ini masuk akhir pekan sehingga kunjungan di lokasi-lokasi wisata di Lampung hari ini lumayan padat. Kebanyakan pelancong luar pulau di hari weekend yang banyak berkunjung adalah dari kota Jakarta. Kami pun tiba pukul 08.00 wib di lokasi Muncak. Disini terlihat keindahan alam lampung dari ketinggian. Ada beberapa spot foto yang disediakan di sini untuk mendapatkan gambar yang Instagramable. Yang paling saya sukai adalah rumah pohonnya yang terletak di ketinggian, sehingga dari sini terlihat sangat luas bagaimana keindahan pantai dan lautan di Lampung.





Lumayan lama saya dan Ridwan menghabiskan waktu di Muncak ini, kami pun melanjutkan petualangan menuju pantai Dewi mandapa yang masih terletak di kabupaten Peswaran Lampung. Pantai ini lumayan sepi dan tenang, sehingga jika kamu berkunjung kesini tidak akan terlalu terusik oleh hiruk pikuknya keramaian. Ada 2 spot favorit saat anda berkunjung kesini nantinya, yaitu Dermaga Asmara dan Pulau Cinta.

Lokasi pertama yang saya kunjungi bersama Ridwan adalah Dermaga Asmara. Dermaga ini difasilitasi dengan jembatan panjang hingga ke tengah pantainya, serta di penghujung pantai disediakan dermaga indah dengan pepohonan yang disebut dengan dermaga cinta. Perjalanan yang bisa anda susuri lumayan panjang, hingga trek menuju Hutan bakau pun bisa anda lalui disini.








Panas pantai mulai menyeruak membakar kulit, kami bergegas pindah ke spot indah kedua di Pantai dewi mandapa ini, yaitu Pulau Cinta. Beda spot tentu beda pula keindahannya. Di pulau cinta ini saya menemukan lokasi yang lebih indah lagi, sepanjang perjalanan menyusuri jembatannya, kami di suguhkan dengan pendopo yang berjejer di sepanjang bibir pantai, serta dermaga nya yang kece dan indah dengan kanopi berbentuk cendawan dan jamur yang menambah keeksotikan pulau ini. Wah rasanya tak mau segera beranjak dari pulau ini, namun mengingat masih ada satu jalur perjalanan lagi yang akan kami tempuh, akhirnya kami memutuskan untuk segera beranjak dan melanjutkan perjalanan kembali kenuju lokasi wisata yang berbeda.




Kami pun melanjutkan perjalanan kembali ke kota Bnadar Lampung menuju Alam wawai. Letaknya di Sukadanaham, tepatnya di Tugu Duren (dekat lembah hijau). Wisata disini serasa kembali dunia suku Inca Indian, karena begitu banyak tenda unik yang bentuknya mengerucut ke atas seperti tenda suku di Indian. Dari sini kita bisa melihat pemandangan laut Teluk Lampung yang luas, serta merasakan bagaimana hidup kembali ke alam, survival dengan fasilitas seadanya yang disiapkan alam.



Puas seharian ngebolang, kami pun melanjutkan perjalana pulang ke Kota Bandar Lampung, karena malam ini saya pun mesti bersiap untuk pulang kembali menuju kota Jambi. Wisata malam terakhir ini pun dilanjutkan dengan ajakan dari Mas Teguh, sobat travelmate asal lampung juga yang kebetulan baru bisa berjumpa di akhir penutup liburan saya. Beliau pun menawari mengajak kami untuk menyantap kuliner bakso paling hits di kota Bandar lampung. Sembari menunggu jemputan mobil travel, saya dan Ridwan pun memenuhi undangan beliau.

Kami pun melakukan perbincangan hangat, mulai dari agenda ingin mengajak saya untuk next trip menuju Pantai gigi hiu hingga perjalanan menyusuri way kambas. Mas teguh pun menutup obrolan dengan memberikan saya sebuah hadiah majalah wisata Lampung, yang belakangan baru saya ketahui ternyata beliau bekerja di salah satu perusahaan media cetak ternama di Bandar Lampung.
Akhirnya jemputan mobil travel pun tiba, saya pun berpamitan bersama Mas teguh dan merangkul Ridwan dan mengucpakan terima kasih yang sangat mendalam atas kebaikan hatinya selama saya berada di Lampung telah berbesar hati untuk saya repotkan. Semoga di kemudian hari saya bisa membalas kebaikan yang sama kepada Ridwan di kunjungan nya yang berbeda di tanah tempat saya tinggal nantinya.

Salam perpisahan pun berlanjut, masih berat rasanya melepas provinsi lampung ini, sebuah negeri seribu tapis yang memberikan banyak kisah dan meninggalkan banyak cerita indah walau hanya beberapa hari saja. Semoga saya bisa berkunjung kembali dan bertemu dengan travelmate Lampung saya, Ridwan Kesuma Iskandar di lain kesempatan.

  

Jenis Pengeluaran hari ke-4
Biaya
Retribusi Muncak Teropong Laut
Rp. 10.000
Retribusi Dermaga Asmara
Rp. 10.000
Retribusi Pulau Cinta
Rp. 5.000
Makan NAsi Padang
Rp. 20.000
Retribusi Alam Wawai
Rp. 20.000
Travel Lampung – Jambi
Rp. 220.000
Total
Rp. 285.000


You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images