Menapaki Jejak Pertama di Dusun Budaya Sasak Sade nan Termahsyur
21.36.00
“……… dan justru
cerminan kehidupan leluhur masa lalu lah yang mengajarkan kepada kita tentang
arti membangun interaksi kehidupan bermasyarakat seutuhnya, dikala dunia gadget
menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh…..”
Bisa datang dan
menyambangi negeri yang katanya sebegitu indah seperti ini bagi saya adalah
sebuah mimpi. Dulu saya sering mendengar cerita orang-orang di luaran sana,
katanya Lombok itu indah, disana ada berbagai hal memukau yang tak ditemui di
pulau lain yang sudah begitu biasa orang kunjungi. Dan sejak itulah saya mulai
membangun mimpi untuk bisa merasakan hal yang sama seperti kebanyakan orang
yang telah bercerita kepada saya, namun kadang tak sekali pula merasa pupus
harapan, membayangkan nya saja rasanya belum berani, apalagi untuk bercita-cita
menginjakkan kaki disana. Maklum zaman itu masih kuliah, seberapa berani sih
kantong seorang mahasiswa yang bekerja part time sembari menyesaikan tugas
akhirnya untuk berimajinasi yang sebegitu muluk tak masuk logika. impian
seperti itu dulunya ibarat hanya angan-angan yang entah kapan terwujud.
Tapi nyatanya impian yang saya bangun 4 tahun silam itu akhirnya terwujud. Untuk sebuah hasil yang nyata tentunya perlu sebuah proses, walau rentang waktunya sekian lama tapi akhirnya pasti terjadi juga. Dan hari ini saya akan bercerita tentang perjalanan saya selama di provinsi Nusa Tenggara Barat. Memang mereka tak berbohong, bahwa memang banyak hal menarik terjadi selama saya berada di Lombok, dan pada halaman ini saya akan bercerita kepada sobat Budget Traveler semua tentang perjalanan saya saat mengunjungi desa Sade yang begitu dikenal se-seantero Indonesia.
Tapi nyatanya impian yang saya bangun 4 tahun silam itu akhirnya terwujud. Untuk sebuah hasil yang nyata tentunya perlu sebuah proses, walau rentang waktunya sekian lama tapi akhirnya pasti terjadi juga. Dan hari ini saya akan bercerita tentang perjalanan saya selama di provinsi Nusa Tenggara Barat. Memang mereka tak berbohong, bahwa memang banyak hal menarik terjadi selama saya berada di Lombok, dan pada halaman ini saya akan bercerita kepada sobat Budget Traveler semua tentang perjalanan saya saat mengunjungi desa Sade yang begitu dikenal se-seantero Indonesia.
Badan masih lelah,
karena perjalanan dari Flores baru saja usai, dan saya harus melanjutkan lagi
petualangan Bacpacker saya ke pulau yang tepat bersebelahan dengan pulau saya
berada saat ini. Perjalanan dari kota Labuan Bajo menuju Lombok International
Airport ternyata menyita waktu hampir seharian, karena saya harus transit
terlebih dahulu di Bandara Ngurah Rai di Bali. Perjalanan pun akhirnya bisa saya mulai
pada hari kedua di Lombok.
Pagi-pagi sekali dari
kota Mataram saya bergegas menuju Lombok Tengah menggunakan sepeda motor yang
saya sewa dari sebuah tempat penyewaan kendaraan yang paling dikenal di
Mataram. Tujuan perjalanan saya adalah ke desa Sade yang katanya adalah
satu-satunya desa yang masih mempertahankan kebudayaan asli suku Sasak di
Lombok.
Sade adalah salah satu dusun di desa Rembitan di kecamatan Pujut kabupaten Lombok Tengah. Dusun ini paling dikenal masih mempertahankan adat
suku Sasak. Suku Sasak Sade sudah terkenal di telinga wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang ke Lombok. Dinas Pariwisata setempat memang menjadikan
Sade sebagai desa wisata, dikarenakan keunikan Desa Sade dan suku Sasak yang
jadi penghuninya.
Akses
menuju desa ini cukup mudah, karena terletak sekitar 8 km dari Bandara
International Lombok atau sekitar 20 menit perjalanan, desa ini memiliki
rute yang sama dengan Pantai Sager dan juga Tanjung Aan.
Biasanya
wisatawan mengunjungi 3 tempat ini dengan bersamaan dalam sebuah paket wisata lombok yang di sebut
paket sasak tour
Untuk Sobat Budget Traveler ketahui nih, bahwa desa Sade ini
sejak tahun 1975 telah dikunjungi oleh para wisatawan, baik wisatawan lokal
maupun dari mancanegara. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah
menetapkan Desa Sade sebagai Desa Wisata pada tahun 1989. Menurut sejarah desa
ini telah ada sejak 600 tahun yang lalu dan masyarakat menganut ajaran Watte
Telu, namun ajaran itu kini telah ditinggalkan dan semua masyarakatnya memeluk
islam.
Sebagai desa wisata,
Sade punya keunikan tersendiri. Meski terletak persis di samping jalan raya,
namun penduduk Desa Sade masih berpegang teguh menjaga keaslian desa, bisa
dibilang, Sade adalah cerminan suku asli Sasak Lombok, karena menyuguhkan
suasana perkampungan asli pribumi Lombok, hal itu bisa dilihat dari bangunan
rumah yang terkesan sangat tradisional. Atapnya dari ijuk, kuda-kuda atapnya
memakai bambu tanpa paku, tembok dari anyaman bambu, dan langsung beralaskan
tanah.
Ada satu keunikan yang
di desa ini, warga desa punya kebiasaan khas yaitu mengepel lantai menggunakan
kotoran kerbau. Ini karena kebiasaan orang zaman dahulu ketika belum ada
plester semen, mereka mengoleskan kotoran kerbau di alas rumah. Konon, dengan
cara begitu lantai rumah dipercaya lebih hangat dan dijauhi nyamuk. Bayangkan
saja, kotoran itu tidak dicampur apa pun kecuali sedikit air. Tapi saat saya
masuk ke rumah, tak ada bekas bau yang tercium. Ah, bagi saya, orang Sasak Sade
memang jenius! Desa seluas 5,5 Hektar ini,
memiliki rumah tradisional sejumlah 150 dan setiap rumah terdiri dari
satu kepala keluarga, dengan jumlah penduduk sekitar 700 orang.
Semuanya
masih merupakan satu keturunan, karena masyarakatnya melakukan perkawinan antar
saudara dan bagi mereka pernikahan seperti ini mudah dan cukup murah,
dibandingkan menikah dengan perempuan dari desa lain dan harus mengeluarkan
beberapa ekor kerbau
Bangunan
rumah di desa ini juga terbagi menjadi 3 tipe menurut penggunaannya:
- Bale Bonter yakni rumah yang dimiliki oleh pejabat desa.
- Bale Kodong untuk warga yang baru menikah atau orangtua untuk menghabiskan masa tua.
- Dan Bale Tani yang digunakan sebagai tempat tinggal mereka yang berkeluarga dan memiliki keturunan.
Rata-rata
kaum pria Desa Sade adalah petani yang mengandalkan perairan dari musim hujan,
di tempat ini tidak ada sistem irigasi sehingga panen hanya dapat dilakukan
sekali dalam setahun. Hasil panen yang berupa padi dan palawija tersebut
disimpan di dalam bangunan kecil lumbung padi suku sasak yang di sebut Lumbung Pare dan hanya boleh diambil oleh
sang ibu.
Kaum
perempuan di desa ini melakukan pekerjaan menenun kain, ketrampilan menenun
merupakan bagian dari tradisi yang terus diwariskan dan menurut aturan adat
bahwa seorang anak gadis yang cukup umur tidak boleh menikah jika belum bisa
menenun kain. Salah satu produk kain tenun yang menjadi ciri khas Lombok adalah
kain songket.
Saat
berkunjung kesini sobat Budget Traveler dapat langsung melihat proses dan
belajar bagaimana membuat kain tenun di Desa Sade yang dimulai dari pemintalan
kapas kering menjadi benang. Benang yang telah rapi kemudian akan diberikan
perwarna yang berasal dari bahan-bahan alami. Pembuatan kain songket sepanjang
2 meter memerlukan waktu pengerjaan antara dua minggu hingga tiga bulan, tergantung
pada tingkat kerumitan polanya dan jenisnya.
Saat
berkunjung kesini jangan lupa menyempatkan diri untuk berfoto dan membeli kain
tenun khas Lombok disini ya sobat Budget Traveler. Bila kalian tertarik untuk
mencoba merasakan menggunkan alat tenun pun dengan senang hati masyarkat
setempat akan memerlihatkan cara menggunakannya sembari mengajarkan menenun.
Bagi saya pengalaman berkunjung ke desa Sade ini sungguh luar biasa. Sebuah
desa budaya yang masih begitu kental dengan tatanan masyarakat yang hidup penuh
harmoni dan ramah kepada siapapun yang berkunjung.
Sekian
dulu sobat Budget Traveler kisah perjalanan saya di desa Sade Lombok ini ya,
nantikan cerita perjalanan seru saya lainnya di Blog Bhima
. See you guys, semoga menginspirasi.
INFO PENTING
|
|
Nama lokal
|
Dusun Sasak Sade
|
Lokasi wisata
|
Dusun Sade desa Rembitan di kecamatan Pujut kabupaten Lombok Tengah
|
Jalur Perjalanan
|
Kota Mataram – Dusun Sade
|
Cost/ Biaya
|
Rp. 5.000/retribusi
|
Kendaraan Yang disaranan
|
Sepeda motor dan Mobil
|
Lama Perjalanan
|
20-30 menit
|
Kepuasan kunjungan wisata
|
(9.0) dari (10)
|
0 komentar